Sebagai kota yang dibangun pada masa perkembangan Islam,
pusat kota Cirebon berada di sekitar alun-alun. Di sebelah selatan alun-alun
terdapat Keraton Kasepuhan. Secara administratif keraton ini berada di wilayah
Kampung Mandalangan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemah Wungkuk tepatnya pada
koordinat 06º 43' 559" Lintang Selatan dan 108º 34' 244" Bujur Timur.
Seluruh kompleks keraton luasnya sekitar ± 185.500 m2 yang dibatasi oleh Jl. Kasepuhan
di sebelah utara, timur Jl. Mayor Sastraatmaja, selatan Kali Kriyan, dan di
sisi barat terdapat pemukiman penduduk.
Keraton Kasepuhan dibangun sekitar tahun 1529 oleh Pangeran
Cakrabuana, merupakan perluasan dari Keraton tertua di Cirebon, Pakungwati.
Keraton Pakungwati atau yang dikenal juga Dalem Agung Pakungwati merupakan
cikal bakal Keraton Kasepuhan. Keraton Pakungwati yang terletak di sebalah
timur Keraton Kasepuhan, dibangun oleh Pangeran Cakrabuana (Putera Raja
Pajajaran) pada tahun 1452, berati bersamaan dengan pembangunan Tajug
Pejlagrahan yang berada di sebelah timurnya. Pada tahun 1479 keraton ini
diperluas dan dilebarkan. Luas situs pertama di Cirebon ini sekitar 4900 m2,
mempunyai tembok keliling sendiri, keadaan bangunannya sekarang tinggal reruntuhannya
saja. Di lokasi tersebut terdapat sisa-sisa bangunan, gua buatan, sumur dan
taman.
Pada abad ke-16 Sunan Gunung Jati mangkat, digantikan oleh
cicitnya yang bernama Pangeran Emas Zaenal Arifin dan bergelar Panembahan
Pakungwati I. Pada tahun 1529 beliau membangun keraton baru di sebelah barat
daya keraton lama. Keraton baru ini juga dinamai Keraton Pakungwati,
mengabdikan nama puteri Pangeran Cakrabuana atau buyut sultan, yang gugur pada
tahub 1549 ketika ikut memadamkan kobaran api yang membakar Mesjid Agung Sang
Cipta Rasa.
Pada tahun 1969 Kesultanan Cirebon dibagi dua menjadi
Kesultanan Kanoman dan Kasepuhan. Kesultanan Kanoman dipimpin oleh Pangeran
Kartawijaya dan bergelar Sultan Anom I, sementara Kesultanan Kasepuhan dipimpin
oleh Pangeran Martawijaya yang bergelar Sultan Sepuh I. Kedua sultan ini kakak
beradik, dan masing-masing menempati Keraton sendiri. Sultan Sepuh I menempati
Keraton Pakungwati, yang kemudian berganti nama menjadi Keraton Kasepuhan.
Pintu gerbang utama Keraton Kasepuhan terletak di sebelah
utara dan pintu gerbang kedua berada di selatan kompleks. Gerbang utara disebut
Kreteg Pangrawit berupa jembatan,
sedangkan di sebelah selatan disebut lawang sanga (pintu sembilan). Setelah
melewati Kreteg (jembatan) Pangrawit akan sampai di bagian depan keraton. Di
bagian ini terdapat dua bangunan yaitu Pancaratna dan Pancaniti.
Bangunan Pancaratna berada di kiri depan kompleks arah barat
berdenah persegi panjang dengan ukuran 8 x 8 m. Lantai tegel, konstruksi atap
ditunjang empat sokoguru di atas lantai yang lebih tinggi dan 12 tiang
pendukung di permukaan lantai yang lebih rendah. Atap dari bahan genteng, pada
puncaknya terdapat mamolo. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat seba atau
tempat yang menghadap para pembesar desa atau kampong yang diterima oleh Demang
atau Wedana. Secara keseluruhan memiliki pagar terali besi.
Bangunan Pangrawit berada di kiri depan kompleks menghadap
arah utara. Bangunan ini berukuran 8 x 8 m, berantai tegel. Bangunan ini
terbuka tanpa dinding. Tiang-tiang yang berjumlah 16 buah mendukung atap sirap.
Bangunan ini memiliki pagar terali besi. Nama Pancaniti berasal dari panca
berarti jalan dan niti berarti mata atau raja atau atasan. Bangunan ini
berfungsi sebagai tempat perwira melatih prajurit dalam perang-perangan, tempat
istirahat, dan juga sebagai tempat pengadilan.
a) Halaman Pertama
Setelah melewati Pancaratna dan Pancaniti selanjutnya
memasuki halaman pertama. Untuk memasukinya bisa melewati Gapura Adi atau
Gapura Banteng. Gapura Adi berupa pintu gerbang berbentuk bentar berukuran 3,70
x 1,30 x 5 m menggunakan bahan bata. Gapura Adi ini berada di utara Siti
Inggil. Gapura Benteng berupa pintu gerbang dengan bentuk bentar berukuran 4,50
x 9 m. Pintu ini lebih besar dan tinggi daripada Gapura Adi. Pada pipi tangga
sebelah timur terdapat stilirisasi bentuk banteng.
Halaman pertama merupakan komplek Siti Inggil, di komplek
terdapat beberapa bangunan, antara lain Mande Pendawa Lima yang berfungsi untuk
tempat duduk pengawal Raja, Mande Malang Semirang yang berfungsi sebagai tempat
duduk raja timadu menyaksikan acara di alun-alun, Mande Semar Timandu adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat duduk penghulu atau penasehat raja.
Mande Karesmen yaitu bangunan sebagi tempat menampilkan kesenian untuk raja,
dan Mande Pengiring yaitu bangunan sebagai tempat mengiring raja. Selain
bangunan tersebut masih ada satu bangunan lagi yaitu bangunan Pengada. Bangunan
ini berukuran 17 x 9,5 m, berfungsi sebagai tempat membagi berkat dan tempat
pemeriksaan sebelum menghadap raja.
b) Halaman Kedua
Halaman kedua dibatasi tembok bata. Pada pagar bagian utara
terdapat dua gerbang yaitu Regol Pengada dan gapura lonceng. Regol Pengada
merupakan pintu gerbang masuk halaman ketiga dengan ukuran panjang dasar 5 x
6,5 m. Gerbang yang berbentuk paduraksa ini menggunakan batu dan daun pintunya
dari kayu. Gapura Lonceng terdapat di sebelah timur Gerbang Pangada dengan
ukuran panjang dasar 3,10 x 5 x 3 m. Gerbang ini berbenduk koriagung (gapura beratap) menggunakan bahan bata.
Halaman kedua ini terbagi dua, halaman Pengada dan halaman
untuk kompleks Langgar Agung. Halaman Pengada berukuran 37 x 37 m yang
berfungsi untuk memarkirkan kendaraan atau menambatkan kuda. Di halaman ini
dahulu ada sumur untuk memberi minum kuda. Halaman kompleks Langgar Agung
merupakan halaman di mana terdapat bangunan kompleks Langgar Agung. Bangunan
Langgar Agung menghadap ke arah timur, memiliki bangunan utama dengan ukuran 6
x 6 m. Teras 8 x 2, 5 m. Jadi bangunan ini berbentuk “T” terbalik Karena teras
depan lebih besar dari bangunan utama. Bagian teras berdinding kayu setengah
dari permukaan lantai, kemudian setengah bagian atas diberi terali kayu.
Dinding bangunan utama merupakan dinding tembok. Mihrab berbentuk melengkung
berukuran 5 x 3 x 3 m. Di dalam mihrab tersebut terdapat mimbar terbuat dari
kayu berukuran 0,90x 0,70x2 m.
Atap Langgar Agung merupakan atap tumpang dua dengan
menggunakan sirap. Konstruksi atap disangga 4 tiang utama. Langgar Agung ini
memiliki halaman dengan ukuran 37 x 17 m. Langgar ini berfungsi sebagai tempat
ibadah kerabat keraton. Bangunan Langgar Agung dilengkapi pula dengan Pos Bedug
Somogiri. Bangunan yang menghadap ke timur ini berdenah bujursangkar berukuran
4 x 4 m yang di dalamnya terdapat bedug (tambur). Bangunan ini tanpa dinding
dan atap berbentuk limas, penutup atap didukung 4 tiang utama dan 5 tiang
pendukung.
c) Halaman Ketiga
Antara halaman kedua dan ketiga dibatasi tembok dengan
gerbang berukuran 4x6,5 x 4 m. Gerbang tersebut dilengkapi dua daun pintu
terbuat dari kayu, jika dibuka dan ditutup akan berbunyi maka disebut pintu
gledeg (guntur) . Di halaman ketiga terdapat sejumlah bangunan sebagai berikut.
d) Taman Bunderan Dewandaru
Taman ini berdenah bulat telur terbuat dari batu cadas.
Memiliki arti dari namanya Bunder artinya sepakat. Dewa berarti dewa atau
mahluk halus dan ndaru artinya cahaya. Arti keseluruhan adalah “orang yang
menerangi sesama mereka yang masih hidup dalam masa kegelapan”. Luas taman 20
m2. Di taman ini terdapat nandi, pohon soko sebagai lambing bersuka hati, 2
patung macan putih merupakan lambang Pajajaran, meja dan bangku 2 buah meriam
yang dinamai Ki Santomo dan Nyi Santoni.
e) Museum Benda Kuno
Bangunan yang menghadap timur berbentuk “E”. Terdapat 2
pintu untuk memenuhi bangunan tersebut. Di sini disimpan benda-benda kuno
Keraton Kasepuhan.
f) Museum Kereta
Bangunan ini menghadap barat dan teat di timur Taman
Bunderan Dewandaru ini berukuran 13,5 x 11 m. Di Museum Kereta tersimpan
kereta-kereta dan barang lainnya
g) Tunggu Manunggal
Bangunan ini berupa batu pendek ± 50 cm, dikelilingi 8 buah
pot bunga yang melambangkan Allah yang satu zat sifatnya.
h) Lunjuk
Bangunan yang menghadap timur ini berukuran 10 x 7 m yang
berfungsi melayani tamu dalam mencatat dan melaporkan urusannya menghadap raja.
i) Sri Manganti
Bangunan ini berada di timur tugu manunggal berbentuk
bujursangkar. Bangunan ini terbuka tanpa dinding, bungbungan berbentuk joglo
dan atap genteng didukung dengan 4 tiang soko guru, 12 tiang tengah dan 12
tiang luar. Langiut-langit dipenuhi ukiran-ukiran yang berwarna putih dan
coklat. Bangunan ini bernama Sri Manganti karena arti sri artinya raja,
manganti artinya menunggu. Sehinggra artinya secara keseluruhan tempat menunggu
keputusan raja.
j) Bangunan Induk Keraton
Bangunan induk keraton merupakan tempaty aktifitas Sultan,
dalam bangunan ini terdapat beberapa ruangan dengan fungsi yang berbeda, yaitu
:
• Kuncung dan Kutagara Wadasan dibangun pada tahun 1678 oleh
Sultan Sepuh 1. Kuncung berupa bangunan
berukuran 2,5 x 2,5 x 2,5 m yang digunakan parkir kendaraan sultan. Kutagara
Wadasan adalah gapura yang bercat putih dengan gaya khas Cirebon berukuran
lebar 2,5 m dan tinggi ± 2,5 m. Gaya Cirebon tampak pada bagian bawah kaki
gapura yang berukiran wadasan dan bagian atas dengan ukiran mega mendung. Arti
ukiran tersebut seseorang harus mempunyai pondasi yang kuat jika sudah menjadi
pimpinan atau sultan harus bisa mengayomi bawahan dan rakyatnya.
• Jinem Pangrawit yaitu bangunan yang berfungsi sebagai
serambi keraton. Nama jinem Pangrawit berasal dari kata jinem atau kajineman
berarti tempat tugas dan Pangrawit berasal dari kata rawit berate kecil, halus
atau bagus. Lantai marmer, dinding tembok berwarna putih dan dihiasi keramik
Eropa. Atap didukung 4 tiang sokoguru kayu dengan umpak beton. Ruangan ini
digunakan sebagai tempat Pangeran Patih dan wakil sultan dalam menerima tamu.
• Gajah Nguling yaitu ruangan tanpa dinding dan terdapat 6
tiang bulat bergaya tiang tuscan setinggi 3 m. Lantai tegel dan langit-langit
berwarna hijau. Ruangan ini tidak memanjang lurus tapi menyerong (membengkok)
dan kemudian menyatu dengan bangsal Pringandani. Bentuk ruangan ini mengambil
bentuk gajah yang sedang Nguling (menguak) dengan belalainya yang bengkok.
Ruangan ini dibangun oleh Sultan Sepuh IX pada tahun 1845.
• Bangsal Pringgandani merupakan ruangan yang berada di
sebelah selatan ruangan Gajah Nguling. Ruangan ini memiliki 4 tiang utama segi
empat berwarna hijau yang berfungsi sebagai tempat menghadap para Bupati
Cirebon, Kuningan, Indramayu dan Majalengka. Sewaktu-waktu dipakai pula sebagai
tempat sidang warga keraton.
• Bangsal Prabayasa berada di selatan bangsal Pringgandani.
“Prabayasa” berasal dari kata praba artinya sayap dan yasa artinya besar.
Kata-kata tersebut mengandung arti bahwa Sultan melindungi rakyatnya dengan
kedua tangannya yang besar. Pada dinding ruangan terdapat relief yang diberi
nama Kembang Kanigaran berarti lambing kenegaraan. Maksudnya Sri Sultan dalam
pemerintahannya harus welas asih pada rakyatnya.
• Bangsal Agung Panembahan merupakan ruangan yang berada di
selatan dan satu meter lebih tinggi dari bangsal Prabayaksa. Fungsinya sebagai
singgasana Gusti Panembahan. Ruangan ini masih asli dan belum ada perubahan
sejak dibangun tahun 1529.
• Pungkuran merupakan ruangan serambi yang terletak di
belakang Keraton. Tempat ini berfungsi sebagai tempat meletakan sesaji pada
waktu peringatan Maulid Nabi Muhamad.
• Bangunan Dapur Maulud ini berada di depan Kaputren dengan
arah hadap timur yang berfungsi sebagai tempat memasak persiapan peringatan
Maulid Nabi SAW.
• Pamburatan merupakan bangunan yang berada di selatan
Kaputren. Pambuaran artinya menggurat atau mengerik. Bangunan ini berfungsi
sebagai tempat mengerik kayu-kayu wangi (kayu untuk boreh) untuk kelengkapan
selamatan Maulud Nabi SAW.
Lokasi: Kampung
Mandalangan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemah Wungkuk.
Koordinat : 06º 43' 559" S, 108º 34' 244" E
Telepon: -
Email: info@kasepuhan.com
Website: http://kasepuhan.com/
Fasilitas: -
Jam Buka: 08.00 wib
Jam Tutup: 16.00 wib
Tiket:
Senin s/d Jumat : Rp. 10.000 (Pelajar) dan Rp. 15.000 (Umum)
Sabtu dan Minggu : Rp. 15.000 (Pelajar) dan Rp. 20.000 (Umum)
Sewa Tour Guide : Rp. 20.000 s/d Rp. 100.000 (tergantung jumlah rombongan)
Keraton Kasepuhan (Google Maps)